Cerita Tentang Menyicil Rumah

17Sep11

dream house on #dreambook

Alkisah ada seorang pemuda dari keluarga miskin yang rumah tinggalnya sering berpindah-pindah, karena hanya bisa menyewa. Dalam hidup keinginan terbesarnya adalah memiliki rumah sendiri. Karena itu, saat menikah dia memaksa diri untuk membeli rumah dengan cicilan selama 20 tahun. Akibatnya, dengan gajinya yang relatif kecil, ia harus mengatur pengeluarannya sedemikian rupa sehemat mungkin agar kebutuhan hidup bersama keluarganya tetap bisa tercukupi.

Maka sejak saat itu, hidup keluarga pemuda itu terpola dengan sangat hemat,  irit, dan tanpa keluasan sedikit pun untuk bersantai. Si suami sangat ketat mengatur segala sesuatu agar cicilan rumah dapat terlunasi.

Tak heran, setiap hari keluarga itu dilingkupi suasana tegang, dan mudah emosi, karena ketat sekali dalam pengeluaran uang.

Waktu pun terus berjalan. Pada suatu ketika, Ibu pemuda tadi menyatakan keinginan kepada Anaknya ” Anakku, keinginan ibu sebelum meninggal adalah kita bisa pergi berjalan-jalan ke daerah yang Ibu sukai. Ibu punya sedikit tabungan. Apakah kamu punya tabungan untuk menambahkan kekurangannya ?”

“Sabar Bu, jangan sekarang. Bukankah kita harus berhemat,irit, mengatur sedetail mungkin pengeluaran kita agar bisa tetap membayar cicilan rumah ?” Jawab si pemuda berkali-kali setiap ditanya si Ibu

Begitulah saking ketatnya mengatur pengeluaran, saat si istri mengajak pergi untuk sekedar bersantai pun, tak pernah digubris pemuda itu.  Bahkan hanya sekedar makan keluar ke restauran bersama keluarga pun, selalu dijawabnya dengan jawaban yang itu-itu saja, yakni harus berhemat untuk membayar cicilan rumah. Alasan ini juga berlaku untuk anaknya. Saat si anak merengek minta uang jajan atau dibelikan mainan, dengan tegas si pemuda menolak semua keinginan anaknya.

Istri dan keluarga akhirnya mulai tertekan dan jenuh dengan keadaan seperti itu. Hari-hari pun  berlalu dengan stress dan monoton. Tak ada lagi kebahagiaan yang menyelimuti keluarga itu.

Tanpa terasa, 20 tahun kemudian, cicilan rumah telah selesai dan rumah telah sepenuhnya menjadi milik pemuda tadi. Namun, ketika rumah itu benar-benar telah menjadi miliknya, ternyata ia tidak bahagia, bahkan merasa kehilangan sesuatu yang lebih berharga. Saat itu, rumah yang ditempati hanyalah sebentuk bangunan, tanpa ada apa-apa lagi didalamnya, tanpa kehangatan dan kebahagiaan. Si pemuda tinggal seorang diri disitu. Istrinya telah pergi meninggalkan dia dengan hak asuh anak pada pihak istrinya. Rupanya, karena tak tahan, mereka akhirnya bercerai. Ibu pemuda itu pun meninggal dunia beberapa tahun silam tanpa pernah terkabul permintaan terakhirnya.

Kini hidup terasa hampa, dingin, dan kosong. Laki-laki itu tidak mengerti, kenapa saat tujuan hidup yang diagungkan tercapai, yakti ketika sertifikat rumah ada di tangannya, justru cinta, kehangatan, dan kebahagiaan pergi meninggalkannya begitu saja.

Kekayaan materi sering kali dipandang sebagai standar kesuksesan. Namun kenyataannya tidak sedikit orang yang kaya tidak bahagia dalam kehidupannya, tidak ada cinta dan kehangatan di dalam rumah mewah atau kekayaan yang dimilikinya. Sebaliknya banyak pula orang yang tidak berkelimpahan harta tetapi bisa menikmati hidup dengan lebih bahagia bersama dengan orang-orang yang dikasihi. Cita-cita menghasilkan kekayaan yang berlimpah adalah sah-sah saja. Namun apa artinya kita harus kehilangan kebahagiaan dari orang-orang yang kita cintai seperti cerita tadi ? Apalagi untuk mengejar keinginan itu lahir dari perasaan iri atau tidak mau kalah dengan orang lain sehingga akan memunculkan pemaksaan di luar kemampuan kita, yang pada akhirnya membuat kita menderita. Maka Jangan Paksakan sesuatu yang tidak pantas dipaksakan, kalau hanya penyesalan yang akan kita alami. Tetap berjuang dan bekerja keras wujudkan imipian kita ! Namun, gunakan cara positif dan pola pikir yang benar dan seimbang, agar hidup bisa lebih bermakna dengan keluarga dan orang-orang yang kita cinta

Diambil dari buku 18 Wisdom & Successby Andrie Wongso . Ditulis untuk mengingatkan saya tentang Rumah di Masa depan dalam #dreambook smug



1 Responses to “Cerita Tentang Menyicil Rumah”

  1. 1 Aan A.

    upss.. I almost, almost…do that..
    fiuhhh..

    memang, kehangatan, kebahagiaan keluarga dan orang-orang yg kita cintai, lebih penting dari sekedar materi..

    hikmah dr cerita ini adalah: keep up the good work, chase your dreams, and do it positively with balance..


Tinggalkan Balasan ke Aan A. Batalkan balasan